AYO JOIN DI SINI !!

Minggu, 20 Mei 2012

OLEH-OLEH DARI BELITUNG


Kamis, 07 Oktober 2010
                Ya kejadian mengerikan dan bisa di bilang horror ini adalah kenyataan tentang tanteku yang di saat itu sedang tinggal bersama suaminya. Tidak berawal dengan sesuatu yang mistis memang, tetapi berakhir dengan sesuatu yang meninggalkan kesan yang cukup mistis. Tante ku bernama anik. Beliau adalah adik terkecil dari ayahku. Usianya saat itu aku kurang tahu, jelas aku kurang tahu karena aku belum ada, saat beliau sudah menikah. Hehehe… tante ku ini bertubuh mungil, berkulit putih dan cantik parasnya. Di saat tanteku menceritakan ini tepat tengah malam sebelum lebaran 2010 ini.
                Lumayan terkejut juga aku mendengar pengalaman tanteku ini. Ya di saat sedang berbincang dengan ayah dan saudaraku lain nya tanteku pun menceritakan hal ini.
***
                Saat itu tidak terlalu lama setelah menikah, tanteku sudah mengandung adik sepupuku. Tanteku sempat tinggal di keluarga suaminya di Belitung. Ya ya ya, tempat ini memiliki pemandangan indah dan memiliki sesuatu yang masih bisa di bilang mistis dalam kehidupan sehari-harinya. Perdukunan, santet, ataupun pelet masih tenar di saat itu. Dan mungkin hingga detik ini masih eksis di sana, walaupun jaman sudah millennium.
                Tanteku berniat untuk tinggal di keluarga suaminya itu untuk 2 bulan. Awal nya tanteku itu nyaman-nyaman saja dengan keadaan rumah yang saat itu di singgahi. Rumah itu memang ada di pelosok desa di Belitung. Selain tanteku dan suaminya, beliau juga di temani adik dari suaminya.
                Di sore itu tante ku yang sedang hamil beberapa bulan, mengerjakan tugas rumah seperti layaknya ibu rumah tangga. Setelah mencuci piring kaki tante ku itu seperti ada yang memegangi. Fikir pendek tante ku, itu hanya seekor kecoa yang berjalan menyusuri kakinya. Lalu tante ku menghempaskan kakinya ke belakang seperti menendang ke belakang untuk menghilangkan rasa yang menggrayangi kakinya itu. Setelah menggerakkan kakinya itu, tanteku merasakan kalau di saat ia menendang kan kakinya kebelakang  seperti ada suatu benda yang keras. Yang di rasakan seperti menendang sebuah kepala. (merinding)

Boncengan sepeda itu sudah tidak berat dan tidak perlu di dorong lagi. Dukun tadi memberi saran untuk menempelkan tulisan yang berisi ‘ayat kursi’. Ya bisa di akui surat dari al-Qur’an tersebut sangat manjur. Dan suaminya bercerita kalau sebelum di bawa ke dukun, tanteku sempat memberontak seperti kesurupan. Dan di saat sadar di rumah dukun itu tanteku hanya bingung dengan apa yang terjadi dengan keadaan nya.

***
Setelah tidak lama menghempaskan kakinya, kemudian tanteku jatuh tersungkur ke depan dalam keadaan masih membawa tumpukkan piring bersih. Tanteku merasa ada yang menarik kakinya hingga dia jatuh tengkurap ke depan. Anehnya tumpukkan piring itu tidak ada yang pecah satupun. Secepat kilat suami dan keluarganya buru-buru membawa tante ku itu ke seorang dukun di kampung itu. Di saat suaminya memboncengi istrinya ini dengan sebuah sepeda ontel, sepeda tersebut tidak bisa berjalan karena tubuh tanteku itu beratnya bertambah berkali-kali lipat. Di doronglah sepeda itu hingga tempat tujuan. Dan di saat sampai ke tempat dukun itu, tante ku di beri syareat atau pertolongan. Setelah di sembuhkan dengan cara ala dukun itu, tanteku pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, sarat untuk mengusir mahkluk halus itu pun di laksanakan demi keselamatan tanteku. Di pasanglah Ayat Kursi itu di atas pintu rumah. Walau bermodal ke-PRIMITIF-an dalam pencegahan, tetapi karena kondisi di sana sangat mendesak dan sangat ‘sekedar’ dengan tetap yakin kepada Allah SWT. Di tempelkan lah kertas bertuliskan Ayat Kursi itu di atas pintu – pintu yang ada di rumah.
                Setelah tidak lama di pasang, sore setelah magrib kejadian yang ganjilpun terjadi kembali. Dan yang membuat tanteku bingung, mengaap hal itu terjadi setelah magrib? Dan mengapa yang menjadi sasaran adalah tanteku saja?.
                Ya mungkin itu karena beliau adalah pendatang baru di sekitar situ. Dan di saat magrib telah berkumandang, mahkluk halus tersebut mulai menghampiri lagi. Tetapi penangkal telah di pasang di setiap penjuru rumah. Rasa nyaman di dalam hati tanteku sedikit muncul. Tetapi tetap mengusik rumah itu. Pintu ruang tamu seperti ada yang menggaruk berulang-ulang kali. Mahkluk itu nampaknya tidak bisa masuk karena ayat suci al-Qur’an yang telah terpasang.
                Pintu itu terus berbunyi dan bergetar perlahan seperti ada yang menggaruk dari luar pintu. Mungkin saat aku disana bisa saja langsung minta pulang ke Jakarta dan lebih memilih hidup beramai-ramai tapi tentram dari pada hidup hanya beberapa orang dirumah tetapi terusik.
                Tanteku merasakan saat di sana jika malam datang rasanya sangat lama sekali. Tanteku pun sudah sempat meminta suaminya untuk pulang ke Jakarta saja dan tinggal bersama ibu bapaknya yang notaben nya adalah nenek dan kakek ku.
                Tetapi keaadan memaksakan untuk membuat tanteku untuk berusaha tahan akan cobaan ini. Tanteku juga menyadari ongkos nya tidak murah juga jika ingin balik lagi ke Jakarta di saat itu. Suaminya pun mencari cara untuk bisa pulang dan membuat istrinya ini bahagia
                Tanteku menyadari di sana memang masih sangat mistis dan jarang ada dokter, yang ada hanya dukun atau tabib. Bahkan disana, andai saja saat tanteku mengaalmi kesurupan tetapi di bawa ke dukun yang beda kampung bisa-bisa tanteku di pelet atau di santet dengan dukun kampung tempat tanteku tinggal. Kemarahan antar dukun dapat di lihat di kala malam dan langit terang, beberapa sinar merah seperti api melintas-lintas di udara.


Bahkan di sana ada 1 ucapan dengan bahasa Belitung yang aku sendiri lupa seperti apa ucapannya, tetapi dalam bahasa Indonesia mengartikan bahwa kata itu seperti ucapan “dasar setan”.  Adik ipar tanteku pun sering mengucapkannya, waktu itu sedang menonton TV dan kain gordyn jendela yang ada di belakang TV itu bergerak, seperti ada yang memainkan. Bukan seperti tertiup angin, dan adik ipar tanteku itu mengucapkan mantra tadi sambil melemparkan sendalnya ke arah jendela itu. Seketika gordyn itu berhenti bergerak.
                Waktu itu malam telah datang dengan udaranya yang dingin, tanteku dan suadara dari keluarga suaminya sedang berbincang-bincang di teras rumah. Di pohon
seperti ada yang tertawa. Dan suara itu seperti suara ayam yang berkokok. Orang awam menyebutnya kuntilanak. Terus adik ipar tanteku itu mengucapkan lagi ucapan
mujarab yang aneh bin ajaib dapat menghentikan tawa itu. Tanteku sudah mengetahui apa itu dan siapa itu. Tetapi tanteku bertanya “tadi ada apa?”. Adik iparnya menjawab dengan tetap menjaga perasaan tanteku agar tidak takut lagi “tidak ada apa-apa tenang saja! Hehe”
                Hari demi hari berlalu dan berlalu tanpa terasa sebulan tanteku tinggal di rumah yang penuh godaan itu. Di setiap malam tak pernah tak di ganggu, pasti saja ada gangguannya. Singgah di rumah itu membuat tanteku yang di saat itu sedang mengandung menjadi wanita yang kuat dan memiliki mental baja dalam menghadapi godaan.
                Di saat itu malam datang, kesunyian itu belum menunjukkan sesuatu yang ganjil. Tidak lama kemudian tantek ku yang sedang tidur dengan suaminya terbangun dari lelapnya tidur saat itu. Bergetar! Iya bergetar ranjang yang sedang di tempatinya untuk beristirahat. Mata tante ku pun terjaga dari tidurnya. Dan merasakan kenapa tubuhnya bergoncang di ranjang itu, di fikir ada gempa yang sedang melanda. Tetapi getaran itu semakin kuat dari bawah kaki ranjang. Seperti ada yang menggetarkan!. Ternyata lama tersadar tanteku pun membangunkan suaminya yang sedang pulas tidur.
“Pah! Pah!”.(sambil mengguncangkan tubuh suaminya yang terkulai lelap di tidurnya.)
“ngggggg….”
(suaminya lama tersadar dan hanya mengerang karena tidurnya di usik)
“pah! Bangun pah!”. (semakin semangat membangunkan karena ranjangnya mulai kencang bergetar)
“ada apa ma?”
“pa, merasa tidak kalau kita bergetar? Kasurnya getar pa!”. (panik menjelaskan)
                Terbangunlah tanteku dan suaminya. Ranjang itu bergetar dan membuat tanteku semakin merasa takut singgah di sana. Keinginan untuk balik ke Jakarta pun timbul lagi setelah 1 bulan lebih tinggal di rumah yang penuh akan godaan.
                Langsung saja melarikan diri dari kamar itu, tanpa fikir apa-apa lagi tanteku menghampiri kamar adik iparnya di temani suaminya. Dengan ketakutan yang amat sangat dan tubuh yang bergetar sambil mengetuk pintu kamar yang cukup lama tidak mendapatkan tanggapan, akhirnya kamar itupun terbuka.

Adik ipar tanteku bertanya
“ada apa mba?”. (heran melihat kedatangan tanteku ke kamarnya).
Jelas adik iparnya heran mengapa mereka menghampiri kamarnya
 “aku tidur sini ya, semalam saja”. (tanteku meminta dengan muka yang sudah cukup pucat karena ketakutan).
“oh, yasudah tidak mba”.(dengan senang hati menerima).
“terimakasih ya”.
“oh iya mba, tadi mba datang sama siapa?”.
“lho?! Datang dengan siapa? Maksud kamu?”. (rasa nyamannya terusik kembali)
“iya tadi aku lihat mba datang bertiga!”
107
Tanteku hanya diam tak bisa menjawab ataupun mengelak apa yang menjadi kesaksian adik iparnya. Lalu malam itu pun terlewati dengan tidur bersama, rama-ramai di satu ranjang adik iparnya yang perempuan. Di benak tanteku tidak apa-apa sempit asalkan tidak sendirian lagi.

***
                Malam berikutnya tanteku di tinggal suaminya ke warung membeli rokok, dan suaminya berpesan ‘jangan buka pintu kalau ada yang mengetuk ataupun ada yang datang, pintunya aku kunci ya. Kuncinya aku bawa’. Setelah berpesan tanteku yang sendirian di dalam rumah itu. Warung nya sangat jauh dari rumah. Belum ada 5 menit suaminya pergi pintu rumah itu ada yang menegtuk dan tanteku tahu bahwa yang menegtuk pasti bukanlah suaminya karena kuncinya telah di bawa dan lokasi warungnya lumayan jauh dari rumah. Jadi tidak mungkin juga secepat itu suaminya sampai rumah. Lagi pula jika di tinggal tidur istrinya pasti tidak apa-apa karena sudah bawa kunci.
                Paginya tanteku tidak kuat lagi untuk berlama-lama singgah di rumah itu. 1 setengah bulan tanteku di rumah itu dan penuh dengan godaan mahkluk halus. Akhirnya tanteku minta pulang ke Jakarta. Ongkosnya tidak ada. Dan modal pulang ke Jakarta dengan menjual cincin kawin nya.
                Tanteku pulang sendiri tanpa di temani suaminya. Suaminya di tinggal disana, berhubung uang yang di butuhkan juga banyak untuk ongkos pulang 2 orang dari Belitung ke Jakarta, alhasil tanteku pulang demi menyelamatkan kandungannya, batin, dan mentalnya.
                Pengalaman ini di ceritakan dengan semangat oleh tanteku itu. Semoga dengan ini kita dapat mengambil hikmahnya.



SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar